KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya atas
berkat rahmat dan petunjuk-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
ini . Dengan tersusunnya makalah ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam
memahami kegiatan pertanian dalam bidang ini.
laporan ini disusun secara sistematis dengan menggunakan kata-kata yang
mudah dipahami sehingga lebih muda dan cepat dipahami, penyusun mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini sehingga dapat
diselesaikan dengan baik.
Penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
para pembaca dan dosen pembimbing Mata Kuliah demi kesempurnaan makalah ini.
Demikian laporan ini disusun, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.
Gorontalo, Desember 2011
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Partisipasi bisa diartikan sebagai
keterlibatan seseorang secara sadar ke dalam interaksi sosial dalam situasi
tertentu. Dengan pengertian itu, seseorang bisa berpartisipasi bila ia
menemukan dirinya dengan atau dalam kelompok, melalui berbagai proses berbagi
dengan orang lain dalam hal nilai, tradisi, perasaan, kesetiaan, kepatuhan dan
tanggungjawab bersama.
Pentingnya partisipasi
dikemukakan oleh Conyers (1991: 154-155) sebagai berikut: pertama,
partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai
kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa
kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal; kedua,
bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika
merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan
lebih mengetahui seluk-beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki
terhadap proyek tersebut; ketiga, bahwa merupakan suatu hak demokrasi
bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri.
Apa yang ingin dicapai dengan
adanya partisipasi adalah meningkatnya kemampuan (pemberdayaan) setiap orang
yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam sebuah program
pembangunan dengan cara melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan dan
kegiatan-kegiatan selanjutnya dan untuk jangka yang lebih panjang.
Sejak
pemerintahan Orde Baru sampai sekarang, gonjang-ganjing mengenai peningkatan
taraf hidup petani di pedesaan selalu mengalami dinamika. Apapun kebijakan
pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup petani, seringkali menuai kritikan
dan kontroversi dari berbagai pihak. Banyak kalangan yang mengatakan petani
sebagai "wong cilik" yang kehidupannya semakin tertindas dan harus
menjadi tumbal atas kebijakan perekonomian pemerintah. Kita lihat kembali
bagaimana kebijakan penentuan harga dasar gabah, pengurangan subsidi pupuk,
mahalnya harga bahan bakar dan baru-baru ini kebijakan import yang dirasa tidak
berpihak pada kepentingan dan kesejahteraan petani. Disisi lain, pembangunan
nasional juga menciptakan kesenjangan antara desa dan kota. Banyak peneliti
yang sudah membuktikan bahwa pembangunan semakin memperbesar jurang antara kota
dan desa. Sangat disadari, negara berkembang seperti Indonesia
mengkonsentrasikan pembangunan ekonomi pada sektor industri yang membutuhkan
investasi yang mahal untuk mengejar pertumbuhan. Akibatnya sektor lain
seperti sektor pertanian dikorbankan yang akhirnya pembangunan hanya
terpusat di kota-kota. Hal ini juga sesuai dengan hipotesa Kuznets,
bahwa pada tahap pertumbuhan awal pertumbuhan diikuti dengan pemerataan yang
buruk dan setelah masuk pada tahap pertumbuhan lanjut pemerataan semakin
membaik. (Todaro, 2000) Faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan tersebut
antara lain karena perbedaan pendidikan, ketersediaan lapangan pekerjaan,
infrastruktur investasi, dan kebijakan (Arndt, 1988).
Dewasa
ini, telah banyak para ahli pembangunan masyarakat pedesaan yang mengangkat
permasalahan ini ke permukaan. Karena sesungguhnya yang terjadi petani tetap
miskin, sebab persoalan yang berkaitan dengan produksi seperti kapasitas sumber
daya manusia, modal, dan kebijakan tetap sama dari tahun ke tahun walaupun
bentuknya berbeda. Studi mengenai kemiskinan pedesaan oleh Sarman dan Sajogyo
(2000) menunjukkan bahwa untuk daerah pedesaan di Sulteng mencapai 48,08%
sementara untuk perkotaan sekitar 12,24%. Studi ini menggunakan pendekatan
jisam (kajian bersama) sehingga kriteria kemiskinan sangat lokalistik berkaitan
dengan pemenuhan kebutuhan dasar dan kepemilikan masyarakat.
Banyak
proyek/program pemerintah yang sudah dilakukan untuk mendorong pembangunan
perekonomian masyarakat pedesaan. Proyek/program tersebut dilakukan
masing-masing departemen maupun antar departemen. Pada umumnya proyek-proyek
yang digulirkan masih pada generasi pemberian bantuan fisik kepada masyarakat.
Baik berupa sarana irigasi, bantuan saprotan, mesin pompa, pembangunan sarana
air bersih dan sebagainya. Kenyataannya, ketika proyek berakhir maka keluaran
proyek tersebut sudah tidak berfungsi atau bahkan hilang. beberapa faktor yang
mempengaruhi kegagalan proyek tersebut antara lain, yaitu: (1) ketidaktepatan
antara kebutuhan masyarakat dan bantuan yang diberikan (2) paket proyek tidak
dilengkapi dengan ketrampilan yang mendukung (3) tidak ada kegiatan monitoring
yang terencana (4) tidak ada kelembagaan di tingkat masyarakat yang melanjutkan
proyek.
Belajar
dari berbagai kegagalan tersebut, generasi selanjutnya proyek-proyek mulai
dilengkapi dengan aspek lain seperti pelatihan untuk ketrampilan, pembentukan
kelembagaan di tingkat masyarakat, keberadaan petugas lapang, melibatkan
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Atau dengan kata lain beberapa proyek
dikelola dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat. Dibandingkan dengan
generasi sebelumnya, hasil proyek lebih lama dimanfaatkan oleh masyarakat
bahkan berkembang memberikan dampak positif.
Pemberdayaan
adalah bagian dari paradigma pembangunan yang memfokuskan perhatiannya kepada
semua aspek yang prinsipil dari manusia di lingkungannya yakni mulai dari aspek
intelektual (Sumber Daya Manusia), aspek material dan fisik, sampai kepada
aspek manajerial. Aspek-aspek tersebut bisa jadi dikembangkan menjadi aspek
sosial-budaya, ekonomi, politik, keamanan dan lingkungan.
Dalam Laporan ini akan dibahas
secara detail mengenai Pengembangan Masyarakat yang telah diamati secara langsung
dilokasi yaitu di Desa Suka Makmur Kecamatan Patilanggio Kabupaten Pohuwato
.Dimana aspek – aspek yang diamati yaitu dari segi Gambaran Umum Lokasi ,
Tingkat Partisipasi ( aspek komunikasi , pengetahuan masyarakat , dan control
kebijakan ) yang ada di Desa tersebut.
1.2 TUJUAN
Adapun Tujuan pembuatan laporan ini
yaitu untuk merincikan hasil pengamatan dan Interview langsung dengan
masyarakat Desa Suka Makmur , Kecamatan Patilanggio Kabupaten Pohuwato yang
pembahasannya lebih dititikberatkan pada Proses Perkembangan tingkat
Partisipasi Masyarakat Desa dalam Kegiatan Organisasi Desa maupun Sosialisasi
yang diadakan.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 DEFINISI PARTISIPASI
Menurut
Ach. Wazir Ws., et al. (1999: 29) partisipasi bisa diartikan sebagai
keterlibatan seseorang secara sadar ke dalam interaksi sosial dalam situasi
tertentu. Dengan pengertian itu, seseorang bisa berpartisipasi bila ia
menemukan dirinya dengan atau dalam kelompok, melalui berbagai proses berbagi
dengan orang lain dalam hal nilai, tradisi, perasaan, kesetiaan, kepatuhan dan
tanggungjawab bersama.
Partisipasi
masyarakat menurut Isbandi (2007: 27) adalah keikutsertaan masyarakat dalam
proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan
dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah,
pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses
mengevaluasi perubahan yang terjadi.
Mikkelsen
(1999: 64) membagi partisipasi menjadi 6 (enam) pengertian, yaitu:
- Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan;
- Partisipasi adalah “pemekaan” (membuat peka) pihak masyarakat untuk meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi proyek-proyek pembangunan;
- Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukannya sendiri;
- Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu;
- Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring proyek, agar supaya memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan dampak-dampak sosial;
- Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan, dan lingkungan mereka.
Dari
tiga pakar yang mengungkapkan definisi partisipasi di atas, dapat dibuat
kesimpulan bahwa partisipasi adalah keterlibatan aktif dari seseorang, atau
sekelompok orang (masyarakat) secara sadar untuk berkontribusi secara sukarela
dalam program pembangunan dan terlibat mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
monitoring sampai pada tahap evaluasi.
Pentingnya
partisipasi dikemukakan oleh Conyers (1991: 154-155) sebagai berikut: pertama,
partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai
kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa
kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal; kedua,
bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika
merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan
lebih mengetahui seluk-beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki
terhadap proyek tersebut; ketiga, bahwa merupakan suatu hak demokrasi
bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri.
Apa
yang ingin dicapai dengan adanya partisipasi adalah meningkatnya kemampuan
(pemberdayaan) setiap orang yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung
dalam sebuah program pembangunan dengan cara melibatkan mereka dalam
pengambilan keputusan dan kegiatan-kegiatan selanjutnya dan untuk jangka yang
lebih panjang. Adapun prinsip-prinsip partisipasi tersebut, sebagaimana
tertuang dalam Panduan Pelaksanaan Pendekatan Partisipatif yang disusun oleh Department
for International Development (DFID) (dalam Monique Sumampouw, 2004:
106-107) adalah:
a)
Cakupan. Semua orang atau wakil-wakil dari semua kelompok yang terkena dampak
dari hasil-hasil suatu keputusan atau proses proyek pembangunan.
b)
Kesetaraan dan kemitraan (Equal Partnership). Pada dasarnya setiap orang
mempunyai keterampilan, kemampuan dan prakarsa serta mempunyai hak untuk
menggunakan prakarsa tersebut terlibat dalam setiap proses guna membangun
dialog tanpa memperhitungkan jenjang dan struktur masing-masing pihak.
c)
Transparansi. Semua pihak harus dapat menumbuhkembangkan komunikasi dan iklim
berkomunikasi terbuka dan kondusif sehingga menimbulkan dialog.
d)
Kesetaraan kewenangan (Sharing Power/Equal Powership). Berbagai pihak
yang terlibat harus dapat menyeimbangkan distribusi kewenangan dan kekuasaan
untuk menghindari terjadinya dominasi.
e)
Kesetaraan Tanggung Jawab (Sharing Responsibility). Berbagai pihak
mempunyai tanggung jawab yang jelas dalam setiap proses karena adanya
kesetaraan kewenangan (sharing power) dan keterlibatannya dalam proses
pengambilan keputusan dan langkah-langkah selanjutnya.
f)
Pemberdayaan (Empowerment). Keterlibatan berbagai pihak tidak lepas dari
segala kekuatan dan kelemahan yang dimiliki setiap pihak, sehingga melalui
keterlibatan aktif dalam setiap proses kegiatan, terjadi suatu proses saling
belajar dan saling memberdayakan satu sama lain.
g)
Kerjasama. Diperlukan adanya kerja sama berbagai pihak yang terlibat untuk
saling berbagi kelebihan guna mengurangi berbagai kelemahan yang ada, khususnya
yang berkaitan dengan kemampuan sumber daya manusia.
Bentuk dan Tipe Partisipasi
Ada
beberapa bentuk partisipasi yang dapat diberikan masyarakat dalam suatu program
pembangunan, yaitu partisipasi uang, partisipasi harta benda, partisipasi
tenaga, partisipasi keterampilan, partisipasi buah pikiran, partisipasi sosial,
partisipasi dalam proses pengambilan keputusan, dan partisipasi representatif.
Dengan
berbagai bentuk partisipasi yang telah disebutkan diatas, maka bentuk
partisipasi dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu bentuk partisipasi yang
diberikan dalam bentuk nyata (memiliki wujud) dan juga bentuk partisipasi yang
diberikan dalam bentuk tidak nyata (abstrak). Bentuk partisipasi yang nyata
misalnya uang, harta benda, tenaga dan keterampilan sedangkan bentuk
partisipasi yang tidak nyata adalah partisipasi buah pikiran, partisipasi
sosial, pengambilan keputusan dan partisipasi representatif.
Partisipasi
uang adalah bentuk partisipasi untuk memperlancar usaha-usaha bagi pencapaian
kebutuhan masyarakat yang memerlukan bantuan Partisipasi harta benda adalah
partisipasi dalam bentuk menyumbang harta benda, biasanya berupa alat-alat
kerja atau perkakas. Partisipasi tenaga adalah partisipasi yang diberikan
dalam bentuk tenaga untuk pelaksanaan usaha-usaha yang dapat menunjang
keberhasilan suatu program. Sedangkan partisipasi keterampilan, yaitu
memberikan dorongan melalui keterampilan yang dimilikinya kepada anggota
masyarakat lain yang membutuhkannya. Dengan maksud agar orang tersebut dapat
melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan sosialnya.
Partisipasi buah pikiran lebih
merupakan partisipasi berupa sumbangan ide, pendapat atau buah pikiran konstruktif,
baik untuk menyusun program maupun untuk memperlancar pelaksanaan program dan
juga untuk mewujudkannya dengan memberikan pengalaman dan pengetahuan guna
mengembangkan kegiatan yang diikutinya. Partisipasi sosial diberikan oleh
partisipan sebagai tanda paguyuban. Misalnya arisan, menghadiri kematian, dan
lainnya dan dapat juga sumbangan perhatian atau tanda kedekatan dalam rangka
memotivasi orang lain untuk berpartisipasi. Pada partisipasi dalam proses
pengambilan keputusan, masyarakat terlibat dalam setiap diskusi/forum dalam
rangka untuk mengambil keputusan yang terkait dengan kepentingan bersama.
Sedangkan partisipasi representatif dilakukan dengan cara memberikan
kepercayaan/mandat kepada wakilnya yang duduk dalam organisasi atau panitia.
Penjelasan mengenai bentuk-bentuk partisipasi dan beberapa ahli yang
mengungkapkannya dapat dilihat dalam Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Pemikiran Tentang Bentuk Partisipasi
Nama
Pakar
|
Pemikiran
Tentang Bentuk Partisipasi
|
(Hamijoyo,
2007: 21; Chapin, 2002: 43 & Holil, 1980: 81)
|
Partisipasi
uang adalah bentuk partisipasi untuk memperlancar usaha-usaha bagi pencapaian
kebutuhan masyarakat yang memerlukan bantuan.
|
(Hamijoyo,
2007: 21; Holil, 1980: 81 & Pasaribu dan Simanjutak, 2005: 11)
|
Partisipasi
harta benda adalah partisipasi dalam bentuk menyumbang harta benda, biasanya
berupa alat-alat kerja atau perkakas.
|
(Hamijoyo,
2007: 21 & Pasaribu dan Simanjutak, 2005: 11)
|
Partisipasi
tenaga adalah partisipasi yang diberikan dalam bentuk tenaga untuk
pelaksanaan usaha-usaha yang dapat menunjang keberhasilan suatu program.
|
(Hamijoyo,
2007: 21 & Pasaribu dan Simanjutak, 2005: 11)
|
Partisipasi
keterampilan, yaitu memberikan dorongan melalui keterampilan yang dimilikinya
kepada anggota masyarakat lain yang membutuhkannya. Dengan maksud agar orang
tersebut dapat melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan
sosialnya.
|
(Hamijoyo,
2007: 21 & Pasaribu dan Simanjutak, 2005: 11)
|
Partisipasi
buah pikiran adalah partisipasi berupa sumbangan berupa ide, pendapat atau
buah pikiran konstruktif, baik untuk menyusun program maupun untuk
memperlancar pelaksanaan program dan juga untuk mewujudkannya dengan
memberikan pengalaman dan pengetahuan guna mengembangkan kegiatan yang
diikutinya.
|
(Hamijoyo,
2007: 21 & Pasaribu dan Simanjutak, 2005: 11)
|
Partisipasi
sosial, Partisipasi jenis ini diberikan oleh partisipan sebagai tanda
paguyuban. Misalnya arisan, menghadiri kematian, dan lainnya dan dapat juga
sumbangan perhatian atau tanda kedekatan dalam rangka memotivasi orang lain
untuk berpartisipasi.
|
(Chapin,
2002: 43 & Holil, 1980: 81)
|
Partisipasi
dalam proses pengambilan keputusan. Masyarakat terlibat dalam setiap
diskusi/forum dalam rangka untuk mengambil keputusan yang terkait dengan
kepentingan bersama.
|
(Chapin,
2002: 43 & Holil, 1980: 81)
|
Partisipasi
representatif. Partisipasi yang dilakukan dengan cara memberikan
kepercayaan/mandat kepada wakilnya yang duduk dalam organisasi atau panitia.
|
Berdasarkan
bentuk-bentuk partisipasi yang telah dianalisis, dapat ditarik sebuah
kesimpulan mengenai tipe partisipasi yang diberikan masyarakat. Tipe
partisipasi masyarakat pada dasarnya dapat kita sebut juga sebagai tingkatan
partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat. Sekretariat Bina Desa (1999: 32-33)
mengidentifikasikan partisipasi masyarakat menjadi 7 (tujuh) tipe
berdasarkan karakteristiknya, yaitu partisipasi pasif/manipulatif, partisipasi
dengan cara memberikan informasi, partisipasi melalui konsultasi, partisipasi
untuk insentif materil, partisipasi fungsional, partisipasi interaktif, dan self
mobilization. Untuk lebih jelasnya lihat Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Tipe Partisipasi
No.
|
Tipologi
|
Karakteristik
|
1.
|
Partisipasi
pasif/ manipulatif
|
(a)
Masyarakat berpartisipasi dengan cara diberitahu apa yang sedang atau telah
terjadi;(b) Pengumuman sepihak oleh manajemen atau pelaksana
proyek tanpa memperhatikan tanggapan masyarakat; (c)
Informasi yang dipertukarkan terbatas pada kalangan profesional di luar
kelompok sasaran.
|
2.
|
Partisipasi
dengan cara memberikan informasi
|
(a)
Masyarakat berpartisipasi dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan
penelitian seperti dalam kuesioner atau sejenisnya;(b) Masyarakat
tidak punya kesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi proses penyelesaian;
(c) Akurasi hasil penelitian tidak dibahas bersama masyarakat.
|
3.
|
Partisipasi
melalui konsultasi
|
(a)
Masyarakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi;(b) Orang
luar mendengarkan dan membangun pandangan-pandangannya sendiri untuk kemudian
mendefinisikan permasalahan dan pemecahannya, dengan memodifikasi
tanggapan-tanggapan masyarakat; (c) Tidak ada peluang bagi
pembuat keputusan bersama;
(d) Para profesional tidak berkewajiban mengajukan pandangan-pandangan masyarakat (sebagai masukan) untuk ditindaklanjuti. |
4.
|
Partisipasi
untuk insentif materil
|
(a)
Masyarakat berpartisipasi dengan cara menyediakan sumber daya seperti tenaga
kerja, demi mendapatkan makanan, upah, ganti rugi, dan
sebagainya;(b) Masyarakat tidak dilibatkan dalam eksperimen atau
proses pembelajarannya; (c) Masyarakat tidak mempunyai
andil untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada saat insentif
yang disediakan/diterima habis.
|
5.
|
Partisipasi
fungsional
|
(a)
Masyarakat berpartisipasi dengan membentuk kelompok untuk mencapai tujuan
yang berhubungan dengan proyek;(b) Pembentukan kelompok
(biasanya) setelah ada keputusan-keputusan utama yang disepakati;
(c) Pada awalnya, kelompok masyarakat ini bergantung pada
pihak luar (fasilitator, dll) tetapi pada saatnya mampu mandiri.
|
6.
|
Partisipasi
interaktif
|
(a)
Masyarakat berpartisipasi dalam analisis bersama yang mengarah pada
perencanaan kegiatan dan pembentukan lembaga sosial baru atau penguatan
kelembagaan yang telah ada;(b) Partisipasi ini cenderung
melibatkan metode inter-disiplin yang mencari keragaman perspektif dalam
proses belajar yang terstruktur dan sistematik; (c)
Kelompok-kelompok masyarakat mempunyai peran kontrol atas keputusan-keputusan
mereka, sehingga mereka mempunyai andil dalam seluruh penyelenggaraan
kegiatan.
|
7.
|
Self
mobilization
|
(a)
Masyarakat berpartisipasi dengan mengambil inisiatif secara bebas (tidak
dipengaruhi/ditekan pihak luar) untuk mengubah sistem-sistem atau nilai-nilai
yang mereka miliki;(b) Masyarakat mengembangkan kontak dengan
lembaga-lembaga lain untuk mendapatkan bantuan-bantuan teknis dan sumberdaya
yang dibutuhkan; (c) Masyarakat memegang kendali atas
pemanfaatan sumberdaya yang ada.
|
Sumber:
Sekretariat Bina Desa (1999: 32-33)
Pada
dasarnya, tidak ada jaminan bahwa suatu program akan berkelanjutan melalui partisipasi
semata. Keberhasilannya tergantung sampai pada tipe macam apa partisipasi
masyarakat dalam proses penerapannya. Artinya, sampai sejauh mana pemahaman
masyarakat terhadap suatu program sehingga ia turut berpartisipasi.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi
Ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam suatu
program, sifat faktor-faktor tersebut dapat mendukung suatu keberhasilan
program namun ada juga yang sifatnya dapat menghambat keberhasilan program.
Misalnya saja faktor usia, terbatasnya harta benda, pendidikan, pekerjaan dan
penghasilan.
Angell
(dalam Ross, 1967: 130) mengatakan partisipasi yang tumbuh dalam masyarakat
dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan
seseorang dalam berpartisipasi, yaitu:
1.
Usia
Faktor
usia merupakan faktor yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka dari kelompok usia menengah
ke atas dengan keterikatan moral kepada nilai dan norma masyarakat yang lebih
mantap, cenderung lebih banyak yang berpartisipasi daripada mereka yang dari
kelompok usia lainnya.
2.
Jenis kelamin
Nilai
yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa mengatakan bahwa pada
dasarnya tempat perempuan adalah “di dapur” yang berarti bahwa dalam banyak
masyarakat peranan perempuan yang terutama adalah mengurus rumah tangga, akan
tetapi semakin lama nilai peran perempuan tersebut telah bergeser dengan adanya
gerakan emansipasi dan pendidikan perempuan yang semakin baik.
3.
Pendidikan
Dikatakan
sebagai salah satu syarat mutlak untuk berpartisipasi. Pendidikan dianggap
dapat mempengaruhi sikap hidup seseorang terhadap lingkungannya, suatu sikap
yang diperlukan bagi peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat.
4.
Pekerjaan dan penghasilan
Hal
ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena pekerjaan seseorang akan
menentukan berapa penghasilan yang akan diperolehnya. Pekerjaan dan penghasilan
yang baik dan mencukupi kebutuhan sehari-hari dapat mendorong seseorang untuk
berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan masyarakat. Pengertiannya bahwa untuk
berpartisipasi dalam suatu kegiatan, harus didukung oleh suasana yang mapan
perekonomian.
5.
Lamanya tinggal
Lamanya
seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu dan pengalamannya berinteraksi dengan
lingkungan tersebut akan berpengaruh pada partisipasi seseorang. Semakin lama
ia tinggal dalam lingkungan tertentu, maka rasa memiliki terhadap lingkungan
cenderung lebih terlihat dalam partisipasinya yang besar dalam setiap kegiatan
lingkungan tersebut.
Sedangkan
menurut Holil (1980: 9-10), unsur-unsur dasar partisipasi sosial yang juga
dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah:
- Kepercayaan diri masyarakat;
- Solidaritas dan integritas sosial masyarakat;
- Tanggungjawab sosial dan komitmen masyarakat;
- Kemauan dan kemampuan untuk mengubah atau memperbaiki keadaan dan membangun atas kekuatan sendiri;
- Prakarsa masyarakat atau prakarsa perseorangan yang diterima dan diakui sebagai/menjadi milik masyarakat;
- Kepentingan umum murni, setidak-tidaknya umum dalam lingkungan masyarakat yang bersangkutan, dalam pengertian bukan kepentingan umum yang semu karena penunggangan oleh kepentingan perseorangan atau sebagian kecil dari masyarakat;
- Organisasi, keputusan rasional dan efisiensi usaha;
- Musyawarah untuk mufakat dalam pengambilan keputusan;
- Kepekaan dan ketanggapan masyarakat terhadap masalah, kebutuhan-kebutuhan dan kepentingan-kepentingan umum masyarakat.
Faktor
yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam suatu program juga dapat berasal
dari unsur luar/lingkungan. Menurut Holil (1980: 10) ada 4 poin yang dapat
mempengaruhi partisipasi masyarakat yang berasal dari luar/lingkungan, yaitu:
- Komunikasi yang intensif antara sesama warga masyarakat, antara warga masyarakat dengan pimpinannya serta antara sistem sosial di dalam masyarakat dengan sistem di luarnya;
- Iklim sosial, ekonomi, politik dan budaya, baik dalam kehidupan keluarga, pergaulan, permainan, sekolah maupun masyarakat dan bangsa yang menguntungkan bagi serta mendorong tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat;
- Kesempatan untuk berpartisipasi. Keadaan lingkungan serta proses dan struktur sosial, sistem nilai dan norma-norma yang memungkinkan dan mendorong terjadinya partisipasi sosial;
- Kebebasan untuk berprakarsa dan berkreasi. Lingkungan di dalam keluarga masyarakat atau lingkungan politik, sosial, budaya yang memungkinkan dan mendorong timbul dan berkembangnya prakarsa, gagasan, perseorangan atau kelompok.
2.2 TINGKAT PARTISIPASI
Keterlibatan masyarakat terhadap
program rehab-rekon, dapat dilihat pada tahap :
1. Perencanaan kegiatan: adanya rapat untuk perencanaan, cara mengundang rapat perencanaan, adanya rapat pengambilan keputusan
1. Perencanaan kegiatan: adanya rapat untuk perencanaan, cara mengundang rapat perencanaan, adanya rapat pengambilan keputusan
2. Pelaksanaan kegiatan:
seringnya pertemuan kegiatan, keterlibatan perempuan, pembiayaan kegiatan,
adanya iuran/swadaya/kontribusi
3. Pengawasan kegiatan:
mekanisme penyampaian saran
Tingkat partisipasi masyarakat
sebagian besar adalah ketika perencanaan, sedangkan dalam pelaksanaan kegiatan
sedang, dan dalam pengawasan kegiatan rendah.
Menurut Cohen dan Uphoff (1977)
dalam Sumaryati (1984), partisipasi dalam pembangunan masyarakat pedesaan
adalah keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan tentang apa
yang akan dikerjakan dan bagaimana caranya, keterlibatan masyarakat dalam
pelaksanaan program dan keputusan dengan menyumbangkan beberapa sumber daya
atau bekerjasama dalam organisasi/kegiatan tertentu, bagian manfaat dari
program pembangunan, dan/atau keterlibatan masyarakat dalam upaya evaluasi
program. Oleh karena itu, pengukuran partisipasi dilakukan dengan melihat
keterlibatan para pihak dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan,
pelaksanaan dan pemeliharaan/pemanfaatan hasil kegiatan.
Namun demikian dalam
implementasinya, kegiatan yang partisipatif terkadang harus melalui proses yang
panjang karena beberapa persoalan yang harus diselesaikan terlebih dahulu.
Conyers dalam Slamet (1993) menyatakan bahwa seringkali kegiatan partisipatif
terkendala oleh tidak adanya keinginan masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan
tersebut. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : 1) manfaat yang dirasakan, biaya
yang harus dikeluarkan dan resiko yang harus dihadapi (Bryant, 1983); 2)
variabel demografi seperti umur, status perkawinan dan pendidikan (Civilize
dalam Sumaryati, 1984); 3) tingkat pendapatan, pekerjaan, pendidikan dan luas
lahan yang diolah (Atienza dan Antonio dalam Sumaryati, 1984); serta 4)
karakteristik petani (umur, pendidikan, status sosial, lama pengalaman),
tingkat pendapatan, kondisi fisik lapangan, sumber informasi dan tipe ajakan
(Kristanto, 1993).
Sedikit
keuntungan yang harus segera di manfaatkan desa adalah keberadaan dana alokasi
untuk desa (DAD). Hanya sayangnya Undang-Undang tersebut belum memberikan jatah
yang lebih jelas kepada desa. Hal ini memberikan arti bahwa implementasi dana
alokasi tersebut masih bergantung pada kebaikan hati pemerintahan kabupaten.
Kalau saja setiap kabupaten mengalokasikan secara jelas anggaran melalui ADD
tersebut yang kemudian didukung oleh kebijakan-kebijakan yang pro pada
kepentingan masyarakat desa, lebih khusus pada pengembangan sektor pertanian,
maka bukan sesuatu yang mustahil, desa akan menjadi fondasi utama dalam
memajukan kabupaten dan bahkan Negara. Akan tetapi hal ini belum tercapai,
terjadinya tarik ulur kepentingan dan kewenangan pemerintah pusat dan daerah
berdampak pada “tidak jelasnya” nasib petani-petani di desa. Dibutuhkan
kerjasama erat antar elemen desa dan supra desa guna menuntut terjadinya
perubahan paradigma pendekatan pembangunan kawasan pedesaan. Tentu hal ini
melalui perjuangan dua arah yaitu penguatan kapasitas SDM desa serta memasukan
desa dalam konstitusi Negara (semisal Desa masuk dalam APBN), termasuk
mengembalikan hak desa sebagai wujud dari perimbangan antara pusat dan daerah.
Permasalahan
lain yang muncul adalah tingkat partisipasi dan pembelajaran demokrasi tingkat
desa. Banyaknya masyarakat desa dan komitmen penguatan elemen desa menuntut
semakin banyaknya unsur pemerintahan desa ini untuk masuk pada ranah
pengambilan kebijakan. Untuk saat ini proses partisipasi terutama pengambilan
kebijakan daerah bahkan pusat terhadap desa sangat jauh dari tingkat
partisipasi bahkan dari masyarakat desa sendiri. Untuk itu perlu adanya
jaringan yang lebih kuat antara pemerintahan desa dengan para pengambil
kebijakan pusat. Hal ini menuntut adanya perubahan gerakan pembaruan desa dari
masyarakat yang masih cair menjadi masyarakat yang lebih terorganisir.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 GAMBARAN
UMUM LOKASI
Desa Suka Makmur adalah salah
satu desa yang terdapat di kecamatan Patilanggio, kabupaten Pohuwato. Desa ini
berbatasan dengan dengan Desa Ayula kecamatan Randangan di sebelah barat dan
sebelah timur berbatasan dengan Desa Manawa kecamatan Patilanggio. Tanaman
perkebunan yang lebih dominan di budidayakan di Desa ini adalah kelapa,cokelat
dan jagung. Kebanyakan masyarakat di desa ini berprofesi sebagai Petani di
bandingkan dengan Pegawai.
Untuk
kegiatan Praktikum Lapangan Terpadu ini Interview dengan Petani langsung
dilaksanakan pada hari Sabtu Tanggal 24 November 2011
3.2 TINGKAT
PARTISIPASI
Menurut Cohen dan Uphoff (1977)
dalam Sumaryati (1984), partisipasi dalam pembangunan masyarakat pedesaan
adalah keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan tentang apa
yang akan dikerjakan dan bagaimana caranya, keterlibatan masyarakat dalam
pelaksanaan program dan keputusan dengan menyumbangkan beberapa sumber daya
atau bekerjasama dalam organisasi/kegiatan tertentu, bagian manfaat dari
program pembangunan, dan/atau keterlibatan masyarakat dalam upaya evaluasi
program. Oleh karena itu, pengukuran partisipasi dilakukan dengan melihat
keterlibatan para pihak dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan,
pelaksanaan dan pemeliharaan/pemanfaatan hasil kegiatan. Berikut Penjelasan
dari hasil pengamatan yang didapat dari lokasi Praktikum
a.
Aspek Komunikasi
Diantara
masyarakat dalam sebuah komunitas sebetulnya sudah memiliki sistem komunikasi
yang entah sadar atau tidak telah berjalan dengan sendirinya, seolah menjadi
kesepakatan diantara mereka. Memang kebanyakan mereka melakukan komunikasi
secara langsung/ lisan dengan berbagai saluran seperti arisan, pengajian,
duduk-duduk di depan rumah dan lainnya mengikuti kebiasaan setempat. Penggunaan
berbagai media yang lain masih sangat terbatas. Namun bukan berarti sistem
komunikasi yang ada ini tidak berjalan efektif.
Dalam aspek komunikasi yang
terjadi di masyarakat Tani khususnya di Desa ini terjalin secara individu dan
kelompok , baik dalam pertukaran informasi umum , perkembangan teknologi , pembentukan program
– program yg berkaitan dengan kegiatan pertanian yang ada di Desa Suka Makmur.
Dari hasil interview langsung dengan salah satu petani kelapa dan jagung ini , dapat
ditarik pendapat bahwa tingkat komunikasi yg terjadi kurang berlangsung efektif
, kurang merata , dan informasi –
informasi pertanian seperti penyuluhan tidak semua Petani mendapatkan itu ,
sehingga ini dapat menjadi salah satu kendala yang perlu diantisipasi sedini
mungkin , agar petani – petani Desa tidak mengalami ketidaktahuan atas
informasi – informasi yang seharusnya mereka dapatkan .
b.
Pengetahuan Masyarakat
Untuk tingkat pengetahuan
masyarakat Desa Suka Makmur masih terbilang mengalami keterbatasan ,
dikarenakan Petani – petani Desa dilihat dari aspek pendidikan yang terbilang
tidak semua mengenyam hingga akhir bangku sekolah ( Tidak Tamat ) , selain itu
dapat disebabkan pula oleh tingkat interaksi social yang sepertinya terbatas
hanya di Desa Tersebut , yang seharusnya dapat dikomunikasikan baik antar
individu maupun perkelompok , kemudian
Jauh dari daerah Perkotaan , maupun tingkat penggunaan teknologi yang
masih dibilang tidak semua mengetahuinya.Dan ini dapat menyebabkan perkembangan
masyarakat Desa tersebut akan berjalan lambat prosesnnya.
c.
Kontrol kebijakan
Dalam kontrol kebijakan ini
dititkberatkan pada keterlibatan ataupun tingkat partisipasi masyarakat Desa
tersebut dalam organisasi yang ada desa tersebut , baik sebagai anggota maupun
terlibat didalam suatu forum di dalam organisasi . diamana dalam forum ini
masyarakat dapat memberikan segala pendapat baik kritikan , saran , maupun hal
– hal yang perlu dikomunikasikan antara pihak masyarakat dengan pihak perangkat
– perangkat Desa yang memiliki kepenitingan ataupun wewenang di Desa itu. Dari
hal tersebut komunikasi antara pihak masyarakat maupun Pihak pemerintah Desa
saling mendapatkan Feedback yang baik.
Sayangnya tidak semua masyarakat
yg ikut terlibat di dalamnya , salah satunya Petani yang sempat diinterview .
Ia mengaku tidak pernha ikut terlibat baik sebagai anggota maupun sebagai Forum
dalam organisasi yang ada di Desa Tersebut , sehingga Petani tersebut tidak
mengetahui seberapa pesat perkembangan yang telah berjalan di Desanya baik dari
segi Perekonomian , Pendidikan , Informasi , Teknologi , maupun Komunikasi
tentang hal – hal umum lainnya , selain itu Petani ini tersebut tidak
mengetahui program – program apa yang telah dicanangkan oleh pihak Pemerintah
Desa setempat.
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
dari hasil Praktikum Lapangan yang
dilakukan di Desa Suka Makmur Kecamatan Patilanggio Kabupaten Pohuwato dapat
disimpulkan bahwa tingkat Perkembangan baik dari Masyarakatnya , Fasilitas ,
Ekonomi , Interaksi Sosial masih terbilang berjalan lambat , dikarenakan masih
adanya beberapa kendala-kendala yang perlu diantisipasi secara bersama – sama
melalui kerjasama yang baik antara pihak Masyarakat dengan pihak Pemerintah
Desa. Walaupun berbagai macam Program telah dicanangkan , difasilitasi oleh
Pihak Pemerintah Pusat tetapi jika tidak disosialisasikan dengan masyarakat
secara langsung , maka dapat mengakibatkan adanya Feedback / respon yang kurang baik dari pihak
Masyarakat khususnya Para Petani Desa tersebut maupun dari Pemerintah Desa.
Sehingga informasi – informasi penting yang seharusnya diketahui oleh seluruh
Masyarakat yang ada di Desa tersebut tidak semua mengetahuinya , dan ini dapat
juga menyebabkan kurangnya partisipatif masyarakat dalam forum organisasi yang
ada di Desa tersebut.
4.2 SARAN
Diharapkan melalui kegiatan
Praktikum kali ini Mahasiswa dapat mengetahui bahwa ternyata masih banyak
masyarakat di sekitar yang butuh akan partsipatif kita selaku calon intelektual
Pengabdi Masyarakat dalam proses pengembangan , pemberdayaan , dan pembelajaran
untuk bisa meningkatkan akan pengetahuan , keterampilan , dan motivasi
masyarakat ini dalam meningkatkan taraf hidup , pengetahuan umum mereka akan
perkembangan dunia luar , sehingga mereka dapat menyesuaikan dengan
perkembangan zaman.
Dan diharapkan juga agar kiranya
diadakan kembali Sosialisasi oleh pihak Pemerintah setempat yang begitu penting
dijalankan baik dalam bentuk program – program dalam berbagai bidang terutama dalam kegiatan Pertanian , sehingga
para Petani yang ada di Desa tersebut dapat mengetahui perkembangan kegiatan
Pertanian di era globalisasi ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar