welcome to my mini blog . . . . .
matoduwoloooo

Selasa, 10 Januari 2012

laporan pengembangan partispasi masyarakat


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya atas berkat rahmat dan petunjuk-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini . Dengan tersusunnya makalah ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam memahami kegiatan pertanian dalam bidang ini.
laporan ini disusun secara sistematis dengan menggunakan kata-kata yang mudah dipahami sehingga lebih muda dan cepat dipahami, penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu  dalam penyusunan makalah ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
Penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca dan dosen pembimbing Mata Kuliah demi kesempurnaan makalah ini.
Demikian laporan ini disusun, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Gorontalo,       Desember 2011

Penyusun





BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Partisipasi bisa diartikan sebagai keterlibatan seseorang secara sadar ke dalam interaksi sosial dalam situasi tertentu. Dengan pengertian itu, seseorang bisa berpartisipasi bila ia menemukan dirinya dengan atau dalam kelompok, melalui berbagai proses berbagi dengan orang lain dalam hal nilai, tradisi, perasaan, kesetiaan, kepatuhan dan tanggungjawab bersama.
Pentingnya partisipasi dikemukakan oleh Conyers (1991: 154-155) sebagai berikut: pertama, partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat setempat,  yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal; kedua, bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk-beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut; ketiga, bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri.
Apa yang ingin dicapai dengan adanya partisipasi adalah meningkatnya kemampuan (pemberdayaan) setiap orang yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam sebuah program pembangunan dengan cara melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan dan kegiatan-kegiatan selanjutnya dan untuk jangka yang lebih panjang.
Sejak pemerintahan Orde Baru sampai sekarang, gonjang-ganjing mengenai peningkatan taraf hidup petani di pedesaan selalu mengalami dinamika. Apapun kebijakan pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup petani, seringkali menuai kritikan dan kontroversi dari berbagai pihak. Banyak kalangan yang mengatakan petani sebagai "wong cilik" yang kehidupannya semakin tertindas dan harus menjadi tumbal atas kebijakan  perekonomian pemerintah. Kita lihat kembali bagaimana kebijakan penentuan harga dasar gabah, pengurangan subsidi pupuk, mahalnya harga bahan bakar dan baru-baru ini kebijakan import yang dirasa tidak berpihak pada kepentingan dan kesejahteraan petani. Disisi lain, pembangunan nasional juga menciptakan kesenjangan antara desa dan kota. Banyak peneliti yang sudah membuktikan bahwa pembangunan semakin memperbesar jurang antara kota dan desa. Sangat disadari, negara berkembang seperti Indonesia mengkonsentrasikan pembangunan ekonomi pada sektor industri yang membutuhkan investasi yang mahal untuk mengejar pertumbuhan. Akibatnya sektor lain seperti  sektor pertanian dikorbankan yang akhirnya pembangunan hanya terpusat di kota-kota.   Hal ini juga sesuai dengan hipotesa Kuznets, bahwa pada tahap pertumbuhan awal pertumbuhan diikuti dengan pemerataan yang buruk dan setelah masuk pada tahap pertumbuhan lanjut pemerataan semakin membaik. (Todaro, 2000) Faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan tersebut antara lain karena perbedaan pendidikan, ketersediaan lapangan pekerjaan, infrastruktur investasi, dan kebijakan (Arndt, 1988).

Dewasa ini, telah banyak para ahli pembangunan masyarakat pedesaan yang mengangkat permasalahan ini ke permukaan. Karena sesungguhnya yang terjadi petani tetap miskin, sebab persoalan yang berkaitan dengan produksi seperti kapasitas sumber daya manusia, modal, dan kebijakan tetap sama dari tahun ke tahun walaupun bentuknya berbeda. Studi mengenai kemiskinan pedesaan oleh Sarman dan Sajogyo (2000) menunjukkan bahwa untuk daerah pedesaan di Sulteng mencapai 48,08% sementara untuk perkotaan sekitar 12,24%. Studi ini menggunakan pendekatan jisam (kajian bersama) sehingga kriteria kemiskinan sangat lokalistik berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar dan kepemilikan masyarakat.

Banyak proyek/program pemerintah yang sudah dilakukan untuk mendorong pembangunan perekonomian masyarakat pedesaan. Proyek/program tersebut dilakukan masing-masing departemen maupun antar departemen. Pada umumnya proyek-proyek yang digulirkan masih pada generasi pemberian bantuan fisik kepada masyarakat. Baik berupa sarana irigasi, bantuan saprotan, mesin pompa, pembangunan sarana air bersih dan sebagainya. Kenyataannya, ketika proyek berakhir maka keluaran proyek tersebut sudah tidak berfungsi atau bahkan hilang. beberapa faktor yang mempengaruhi kegagalan proyek tersebut antara lain, yaitu: (1) ketidaktepatan antara kebutuhan masyarakat dan bantuan yang diberikan (2) paket proyek tidak dilengkapi dengan ketrampilan yang mendukung (3) tidak ada kegiatan monitoring yang terencana (4) tidak ada kelembagaan di tingkat masyarakat yang melanjutkan proyek.
Belajar dari berbagai kegagalan tersebut, generasi selanjutnya proyek-proyek mulai dilengkapi dengan aspek lain seperti pelatihan untuk ketrampilan, pembentukan kelembagaan di tingkat masyarakat, keberadaan petugas lapang, melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Atau dengan kata lain beberapa proyek dikelola dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat. Dibandingkan dengan generasi sebelumnya, hasil proyek lebih lama dimanfaatkan oleh masyarakat bahkan berkembang memberikan dampak positif.     
Pemberdayaan adalah bagian dari paradigma pembangunan yang memfokuskan perhatiannya kepada semua aspek yang prinsipil dari manusia di lingkungannya yakni mulai dari aspek intelektual (Sumber Daya Manusia), aspek material dan fisik, sampai kepada aspek manajerial. Aspek-aspek tersebut bisa jadi dikembangkan menjadi aspek sosial-budaya, ekonomi, politik, keamanan dan lingkungan.
Dalam Laporan ini akan dibahas secara detail mengenai Pengembangan Masyarakat yang telah diamati secara langsung dilokasi yaitu di Desa Suka Makmur Kecamatan Patilanggio Kabupaten Pohuwato .Dimana aspek – aspek yang diamati yaitu dari segi Gambaran Umum Lokasi , Tingkat Partisipasi ( aspek komunikasi , pengetahuan masyarakat , dan control kebijakan ) yang ada di Desa tersebut.
1.2  TUJUAN
Adapun Tujuan pembuatan laporan ini yaitu untuk merincikan hasil pengamatan dan Interview langsung dengan masyarakat Desa Suka Makmur , Kecamatan Patilanggio Kabupaten Pohuwato yang pembahasannya lebih dititikberatkan pada Proses Perkembangan tingkat Partisipasi Masyarakat Desa dalam Kegiatan Organisasi Desa maupun Sosialisasi yang diadakan.








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  DEFINISI PARTISIPASI
Menurut Ach. Wazir Ws., et al. (1999: 29) partisipasi bisa diartikan sebagai keterlibatan seseorang secara sadar ke dalam interaksi sosial dalam situasi tertentu. Dengan pengertian itu, seseorang bisa berpartisipasi bila ia menemukan dirinya dengan atau dalam kelompok, melalui berbagai proses berbagi dengan orang lain dalam hal nilai, tradisi, perasaan, kesetiaan, kepatuhan dan tanggungjawab bersama.
Partisipasi masyarakat menurut Isbandi (2007: 27) adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.
Mikkelsen (1999: 64) membagi partisipasi menjadi 6 (enam) pengertian, yaitu:
  1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan;
  2. Partisipasi adalah “pemekaan” (membuat peka) pihak masyarakat untuk meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi proyek-proyek pembangunan;
  3. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukannya sendiri;
  4. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu;
  5. Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring proyek, agar supaya memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan dampak-dampak sosial;
  6. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan, dan lingkungan mereka.
Dari tiga pakar yang mengungkapkan definisi partisipasi di atas, dapat dibuat kesimpulan bahwa partisipasi adalah keterlibatan aktif dari seseorang, atau sekelompok orang (masyarakat) secara sadar untuk berkontribusi secara sukarela dalam program pembangunan dan terlibat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring sampai pada tahap evaluasi.
Pentingnya partisipasi dikemukakan oleh Conyers (1991: 154-155) sebagai berikut: pertama, partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat setempat,  yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal; kedua, bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk-beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut; ketiga, bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri.
Apa yang ingin dicapai dengan adanya partisipasi adalah meningkatnya kemampuan (pemberdayaan) setiap orang yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam sebuah program pembangunan dengan cara melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan dan kegiatan-kegiatan selanjutnya dan untuk jangka yang lebih panjang. Adapun prinsip-prinsip partisipasi tersebut, sebagaimana tertuang dalam Panduan Pelaksanaan Pendekatan Partisipatif yang disusun oleh Department for International Development (DFID) (dalam Monique Sumampouw, 2004: 106-107) adalah:
a) Cakupan. Semua orang atau wakil-wakil dari semua kelompok yang terkena dampak dari hasil-hasil suatu keputusan atau proses proyek pembangunan.
b) Kesetaraan dan kemitraan (Equal Partnership). Pada dasarnya setiap orang mempunyai keterampilan, kemampuan dan prakarsa serta mempunyai hak untuk menggunakan prakarsa tersebut terlibat dalam setiap proses guna membangun dialog tanpa memperhitungkan jenjang dan struktur masing-masing pihak.
c) Transparansi. Semua pihak harus dapat menumbuhkembangkan komunikasi dan iklim berkomunikasi terbuka dan kondusif sehingga menimbulkan dialog.
d) Kesetaraan kewenangan (Sharing Power/Equal Powership). Berbagai pihak yang terlibat harus dapat menyeimbangkan distribusi kewenangan dan kekuasaan untuk menghindari terjadinya dominasi.
e) Kesetaraan Tanggung Jawab (Sharing Responsibility). Berbagai pihak mempunyai tanggung jawab yang jelas dalam setiap proses karena adanya kesetaraan kewenangan (sharing power) dan keterlibatannya dalam proses pengambilan keputusan dan langkah-langkah selanjutnya.
f) Pemberdayaan (Empowerment). Keterlibatan berbagai pihak tidak lepas dari segala kekuatan dan kelemahan yang dimiliki setiap pihak, sehingga melalui keterlibatan aktif dalam setiap proses kegiatan, terjadi suatu proses saling belajar dan saling memberdayakan satu sama lain.
g) Kerjasama. Diperlukan adanya kerja sama berbagai pihak yang terlibat untuk saling berbagi kelebihan guna mengurangi berbagai kelemahan yang ada, khususnya yang berkaitan dengan kemampuan sumber daya manusia.
Bentuk dan Tipe Partisipasi
Ada beberapa bentuk partisipasi yang dapat diberikan masyarakat dalam suatu program pembangunan, yaitu partisipasi uang, partisipasi harta benda, partisipasi tenaga, partisipasi keterampilan, partisipasi buah pikiran, partisipasi sosial, partisipasi dalam proses pengambilan keputusan, dan partisipasi representatif.
Dengan berbagai bentuk partisipasi yang telah disebutkan diatas, maka bentuk partisipasi dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu bentuk partisipasi yang diberikan dalam bentuk nyata (memiliki wujud) dan juga bentuk partisipasi yang diberikan dalam bentuk tidak nyata (abstrak). Bentuk partisipasi yang nyata misalnya uang, harta benda, tenaga dan keterampilan sedangkan bentuk partisipasi yang tidak nyata adalah partisipasi buah pikiran, partisipasi sosial, pengambilan keputusan dan partisipasi representatif.
Partisipasi uang adalah bentuk partisipasi untuk memperlancar usaha-usaha bagi pencapaian kebutuhan masyarakat yang memerlukan bantuan Partisipasi harta benda adalah partisipasi dalam bentuk menyumbang harta benda, biasanya berupa alat-alat kerja  atau perkakas. Partisipasi tenaga adalah partisipasi yang diberikan dalam bentuk tenaga untuk pelaksanaan usaha-usaha yang dapat menunjang keberhasilan suatu program. Sedangkan partisipasi keterampilan, yaitu memberikan dorongan melalui keterampilan yang dimilikinya kepada anggota masyarakat lain yang membutuhkannya. Dengan maksud agar orang tersebut dapat melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan sosialnya.
Partisipasi buah pikiran lebih merupakan partisipasi berupa sumbangan ide, pendapat atau buah pikiran konstruktif, baik untuk menyusun program maupun untuk memperlancar pelaksanaan program dan juga untuk mewujudkannya dengan memberikan pengalaman dan pengetahuan guna mengembangkan kegiatan yang diikutinya. Partisipasi sosial diberikan oleh partisipan sebagai tanda paguyuban. Misalnya arisan, menghadiri kematian, dan lainnya dan dapat juga sumbangan perhatian atau tanda kedekatan dalam rangka memotivasi orang lain untuk berpartisipasi. Pada partisipasi dalam proses pengambilan keputusan, masyarakat terlibat dalam setiap diskusi/forum dalam rangka untuk mengambil keputusan yang terkait dengan kepentingan bersama. Sedangkan partisipasi representatif dilakukan dengan cara memberikan kepercayaan/mandat kepada wakilnya yang duduk dalam organisasi atau panitia. Penjelasan mengenai bentuk-bentuk partisipasi dan beberapa ahli yang mengungkapkannya dapat dilihat dalam Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Pemikiran Tentang Bentuk Partisipasi
Nama Pakar
Pemikiran Tentang Bentuk Partisipasi
(Hamijoyo, 2007: 21; Chapin, 2002: 43 & Holil, 1980: 81)
Partisipasi uang adalah bentuk partisipasi untuk memperlancar usaha-usaha bagi pencapaian kebutuhan masyarakat yang memerlukan bantuan.
(Hamijoyo, 2007: 21; Holil, 1980: 81 & Pasaribu dan Simanjutak, 2005: 11)
Partisipasi harta benda adalah partisipasi dalam bentuk menyumbang harta benda, biasanya berupa alat-alat kerja  atau perkakas.
(Hamijoyo, 2007: 21 & Pasaribu dan Simanjutak, 2005: 11)
Partisipasi tenaga adalah partisipasi yang diberikan dalam bentuk tenaga untuk pelaksanaan usaha-usaha yang dapat menunjang keberhasilan suatu program.
(Hamijoyo, 2007: 21 & Pasaribu dan Simanjutak, 2005: 11)
Partisipasi keterampilan, yaitu memberikan dorongan melalui keterampilan yang dimilikinya kepada anggota masyarakat lain yang membutuhkannya. Dengan maksud agar orang tersebut dapat melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan sosialnya.
(Hamijoyo, 2007: 21 & Pasaribu dan Simanjutak, 2005: 11)
Partisipasi buah pikiran adalah partisipasi berupa sumbangan berupa ide, pendapat atau buah pikiran konstruktif, baik untuk menyusun program maupun untuk memperlancar pelaksanaan program dan juga untuk mewujudkannya dengan memberikan pengalaman dan pengetahuan guna mengembangkan kegiatan yang diikutinya.
(Hamijoyo, 2007: 21 & Pasaribu dan Simanjutak, 2005: 11)
Partisipasi sosial, Partisipasi jenis ini diberikan oleh partisipan sebagai tanda paguyuban. Misalnya arisan, menghadiri kematian, dan lainnya dan dapat juga sumbangan perhatian atau tanda kedekatan dalam rangka memotivasi orang lain untuk berpartisipasi.
(Chapin, 2002: 43 & Holil, 1980: 81)
Partisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Masyarakat terlibat dalam setiap diskusi/forum dalam rangka untuk mengambil keputusan yang terkait dengan kepentingan bersama.
(Chapin, 2002: 43 & Holil, 1980: 81)
Partisipasi representatif. Partisipasi yang dilakukan dengan cara memberikan kepercayaan/mandat kepada wakilnya yang duduk dalam organisasi atau panitia.

Berdasarkan bentuk-bentuk partisipasi yang telah dianalisis, dapat ditarik sebuah kesimpulan mengenai tipe partisipasi yang diberikan masyarakat. Tipe partisipasi masyarakat pada dasarnya dapat kita sebut juga sebagai tingkatan partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat. Sekretariat Bina Desa (1999: 32-33) mengidentifikasikan partisipasi masyarakat  menjadi 7 (tujuh) tipe berdasarkan karakteristiknya, yaitu partisipasi pasif/manipulatif, partisipasi dengan cara memberikan informasi, partisipasi melalui konsultasi, partisipasi untuk insentif materil, partisipasi fungsional, partisipasi interaktif, dan self mobilization. Untuk lebih jelasnya lihat Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Tipe Partisipasi
No.
Tipologi
Karakteristik
1.
Partisipasi pasif/ manipulatif
(a)    Masyarakat berpartisipasi dengan cara diberitahu apa yang sedang atau telah terjadi;(b)   Pengumuman sepihak oleh manajemen atau pelaksana proyek tanpa memperhatikan tanggapan masyarakat; (c)    Informasi yang dipertukarkan terbatas pada kalangan profesional di luar kelompok sasaran.
2.
Partisipasi dengan cara memberikan informasi
(a)    Masyarakat berpartisipasi dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian seperti dalam kuesioner atau sejenisnya;(b)   Masyarakat tidak punya kesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi proses penyelesaian; (c)    Akurasi hasil penelitian tidak dibahas bersama masyarakat.
3.
Partisipasi melalui konsultasi
(a)    Masyarakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi;(b)   Orang luar mendengarkan dan membangun pandangan-pandangannya sendiri untuk kemudian mendefinisikan permasalahan dan pemecahannya, dengan memodifikasi tanggapan-tanggapan masyarakat; (c)    Tidak ada peluang bagi pembuat keputusan bersama;
(d)   Para profesional tidak berkewajiban mengajukan pandangan-pandangan masyarakat (sebagai masukan) untuk ditindaklanjuti.
4.
Partisipasi untuk insentif materil
(a)    Masyarakat berpartisipasi dengan cara menyediakan sumber daya seperti tenaga kerja, demi mendapatkan makanan, upah, ganti rugi, dan sebagainya;(b)   Masyarakat tidak dilibatkan dalam eksperimen atau proses pembelajarannya; (c)    Masyarakat tidak mempunyai andil untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada saat insentif yang disediakan/diterima habis.
5.
Partisipasi fungsional
(a)    Masyarakat berpartisipasi dengan membentuk kelompok untuk mencapai tujuan yang berhubungan dengan proyek;(b)   Pembentukan kelompok (biasanya) setelah ada keputusan-keputusan utama yang disepakati; (c)    Pada awalnya, kelompok masyarakat ini bergantung pada pihak luar (fasilitator, dll) tetapi pada saatnya mampu mandiri.
6.
Partisipasi interaktif
(a)    Masyarakat berpartisipasi dalam analisis bersama yang mengarah pada perencanaan kegiatan dan pembentukan lembaga sosial baru atau penguatan kelembagaan yang telah ada;(b)   Partisipasi ini cenderung melibatkan metode inter-disiplin yang mencari keragaman perspektif dalam proses belajar yang terstruktur dan sistematik; (c)    Kelompok-kelompok masyarakat mempunyai peran kontrol atas keputusan-keputusan mereka, sehingga mereka mempunyai andil dalam seluruh penyelenggaraan kegiatan.
7.
Self mobilization
(a)    Masyarakat berpartisipasi dengan mengambil inisiatif secara bebas (tidak dipengaruhi/ditekan pihak luar) untuk mengubah sistem-sistem atau nilai-nilai yang mereka miliki;(b)   Masyarakat mengembangkan kontak dengan lembaga-lembaga lain untuk mendapatkan bantuan-bantuan teknis dan sumberdaya yang dibutuhkan; (c)    Masyarakat memegang kendali atas pemanfaatan sumberdaya yang ada.
Sumber: Sekretariat Bina Desa (1999: 32-33)
Pada dasarnya, tidak ada jaminan bahwa suatu program akan berkelanjutan melalui partisipasi semata. Keberhasilannya tergantung sampai pada tipe macam apa partisipasi masyarakat dalam proses penerapannya. Artinya, sampai sejauh mana pemahaman masyarakat terhadap suatu program sehingga ia turut berpartisipasi.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam suatu program, sifat faktor-faktor tersebut dapat mendukung suatu keberhasilan program namun ada juga yang sifatnya dapat menghambat keberhasilan program. Misalnya saja faktor usia, terbatasnya harta benda, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan.
Angell (dalam Ross, 1967: 130) mengatakan partisipasi yang tumbuh dalam masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam berpartisipasi, yaitu:
1. Usia
Faktor usia merupakan faktor yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka dari kelompok usia menengah ke atas dengan keterikatan moral kepada nilai dan norma masyarakat yang lebih mantap, cenderung lebih banyak yang berpartisipasi daripada mereka yang dari kelompok usia lainnya.
2. Jenis kelamin
Nilai yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa mengatakan bahwa pada dasarnya tempat perempuan adalah “di dapur” yang berarti bahwa dalam banyak masyarakat peranan perempuan yang terutama adalah mengurus rumah tangga, akan tetapi semakin lama nilai peran perempuan tersebut telah bergeser dengan adanya gerakan emansipasi dan pendidikan perempuan yang semakin baik.
3.  Pendidikan
Dikatakan sebagai salah satu syarat mutlak untuk berpartisipasi. Pendidikan dianggap dapat mempengaruhi sikap hidup seseorang terhadap lingkungannya, suatu sikap yang diperlukan bagi peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat.
4.  Pekerjaan dan penghasilan
Hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena pekerjaan seseorang akan menentukan berapa penghasilan yang akan diperolehnya. Pekerjaan dan penghasilan yang baik dan mencukupi kebutuhan sehari-hari dapat mendorong seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan masyarakat. Pengertiannya bahwa untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan, harus didukung oleh suasana yang mapan perekonomian.
5.  Lamanya tinggal
Lamanya seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu dan pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan tersebut akan berpengaruh pada partisipasi seseorang. Semakin lama ia tinggal dalam lingkungan tertentu, maka rasa memiliki terhadap lingkungan cenderung lebih terlihat dalam partisipasinya yang besar dalam setiap kegiatan lingkungan tersebut.
Sedangkan menurut Holil (1980: 9-10), unsur-unsur dasar partisipasi sosial yang juga dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah:
  1. Kepercayaan diri masyarakat;
  2. Solidaritas dan integritas sosial masyarakat;
  3. Tanggungjawab sosial dan komitmen masyarakat;
  4. Kemauan dan kemampuan untuk mengubah atau memperbaiki keadaan dan membangun atas kekuatan sendiri;
  5. Prakarsa masyarakat atau prakarsa perseorangan yang diterima dan diakui sebagai/menjadi milik masyarakat;
  6. Kepentingan umum murni, setidak-tidaknya umum dalam lingkungan masyarakat yang bersangkutan, dalam pengertian bukan kepentingan umum yang semu karena penunggangan oleh kepentingan perseorangan atau sebagian kecil dari masyarakat;
  7. Organisasi, keputusan rasional dan efisiensi usaha;
  8. Musyawarah untuk mufakat dalam pengambilan keputusan;
  9. Kepekaan dan ketanggapan masyarakat terhadap masalah, kebutuhan-kebutuhan dan kepentingan-kepentingan umum masyarakat.
Faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam suatu program juga dapat berasal dari unsur luar/lingkungan. Menurut Holil (1980: 10) ada 4 poin yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat yang berasal dari luar/lingkungan, yaitu:
  1. Komunikasi yang intensif antara sesama warga masyarakat, antara warga masyarakat dengan pimpinannya serta antara sistem sosial di dalam masyarakat dengan sistem di luarnya;
  2. Iklim sosial, ekonomi, politik dan budaya, baik dalam kehidupan keluarga, pergaulan, permainan, sekolah maupun masyarakat dan bangsa yang menguntungkan bagi serta mendorong tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat;
  3. Kesempatan untuk berpartisipasi. Keadaan lingkungan serta proses dan struktur sosial, sistem nilai dan norma-norma yang memungkinkan dan mendorong terjadinya partisipasi sosial;
  4. Kebebasan untuk berprakarsa dan berkreasi. Lingkungan di dalam keluarga masyarakat atau lingkungan politik, sosial, budaya yang memungkinkan dan mendorong timbul dan berkembangnya prakarsa, gagasan, perseorangan atau kelompok.

2.2  TINGKAT PARTISIPASI
Keterlibatan masyarakat terhadap program rehab-rekon, dapat dilihat pada tahap :
1. Perencanaan kegiatan: adanya rapat untuk perencanaan, cara mengundang rapat perencanaan, adanya rapat pengambilan keputusan
2. Pelaksanaan kegiatan: seringnya pertemuan kegiatan, keterlibatan perempuan, pembiayaan kegiatan, adanya iuran/swadaya/kontribusi
3. Pengawasan kegiatan: mekanisme penyampaian saran
Tingkat partisipasi masyarakat sebagian besar adalah ketika perencanaan, sedangkan dalam pelaksanaan kegiatan sedang, dan dalam pengawasan kegiatan rendah.
Menurut Cohen dan Uphoff (1977) dalam Sumaryati (1984), partisipasi dalam pembangunan masyarakat pedesaan adalah keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana caranya, keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan program dan keputusan dengan menyumbangkan beberapa sumber daya atau bekerjasama dalam organisasi/kegiatan tertentu, bagian manfaat dari program pembangunan, dan/atau keterlibatan masyarakat dalam upaya evaluasi program. Oleh karena itu, pengukuran partisipasi dilakukan dengan melihat keterlibatan para pihak dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan, pelaksanaan dan pemeliharaan/pemanfaatan hasil kegiatan.
Namun demikian dalam implementasinya, kegiatan yang partisipatif terkadang harus melalui proses yang panjang karena beberapa persoalan yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Conyers dalam Slamet (1993) menyatakan bahwa seringkali kegiatan partisipatif terkendala oleh tidak adanya keinginan masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan tersebut. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : 1) manfaat yang dirasakan, biaya yang harus dikeluarkan dan resiko yang harus dihadapi (Bryant, 1983); 2) variabel demografi seperti umur, status perkawinan dan pendidikan (Civilize dalam Sumaryati, 1984); 3) tingkat pendapatan, pekerjaan, pendidikan dan luas lahan yang diolah (Atienza dan Antonio dalam Sumaryati, 1984); serta 4) karakteristik petani (umur, pendidikan, status sosial, lama pengalaman), tingkat pendapatan, kondisi fisik lapangan, sumber informasi dan tipe ajakan (Kristanto, 1993).
Sedikit keuntungan yang harus segera di manfaatkan desa adalah keberadaan dana alokasi untuk desa (DAD). Hanya sayangnya Undang-Undang tersebut belum memberikan jatah yang lebih jelas kepada desa. Hal ini memberikan arti bahwa implementasi dana alokasi tersebut masih bergantung pada kebaikan hati pemerintahan kabupaten. Kalau saja setiap kabupaten mengalokasikan secara jelas anggaran melalui ADD tersebut yang kemudian didukung oleh kebijakan-kebijakan yang pro pada kepentingan masyarakat desa, lebih khusus pada pengembangan sektor pertanian, maka bukan sesuatu yang mustahil, desa akan menjadi fondasi utama dalam memajukan kabupaten dan bahkan Negara. Akan tetapi hal ini belum tercapai, terjadinya tarik ulur kepentingan dan kewenangan pemerintah pusat dan daerah berdampak pada “tidak jelasnya” nasib petani-petani di desa. Dibutuhkan kerjasama erat antar elemen desa dan supra desa guna menuntut terjadinya perubahan paradigma pendekatan pembangunan kawasan pedesaan. Tentu hal ini melalui perjuangan dua arah yaitu penguatan kapasitas SDM desa serta memasukan desa dalam konstitusi Negara (semisal Desa masuk dalam APBN), termasuk mengembalikan hak desa sebagai wujud dari perimbangan antara pusat dan daerah.
Permasalahan lain yang muncul adalah tingkat partisipasi dan pembelajaran demokrasi tingkat desa. Banyaknya masyarakat desa dan komitmen penguatan elemen desa menuntut semakin banyaknya unsur pemerintahan desa ini untuk masuk pada ranah pengambilan kebijakan. Untuk saat ini proses partisipasi terutama pengambilan kebijakan daerah bahkan pusat terhadap desa sangat jauh dari tingkat partisipasi bahkan dari masyarakat desa sendiri. Untuk itu perlu adanya jaringan yang lebih kuat antara pemerintahan desa dengan para pengambil kebijakan pusat. Hal ini menuntut adanya perubahan gerakan pembaruan desa dari masyarakat yang masih cair menjadi masyarakat yang lebih terorganisir.





BAB III
PEMBAHASAN
3.1  GAMBARAN UMUM LOKASI
Desa Suka Makmur adalah salah satu desa yang terdapat di kecamatan Patilanggio, kabupaten Pohuwato. Desa ini berbatasan dengan dengan Desa Ayula kecamatan Randangan di sebelah barat dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Manawa kecamatan Patilanggio. Tanaman perkebunan yang lebih dominan di budidayakan di Desa ini adalah kelapa,cokelat dan jagung. Kebanyakan masyarakat di desa ini berprofesi sebagai Petani di bandingkan dengan Pegawai.
Untuk kegiatan Praktikum Lapangan Terpadu ini Interview dengan Petani langsung dilaksanakan pada hari Sabtu Tanggal 24 November 2011
3.2  TINGKAT PARTISIPASI
Menurut Cohen dan Uphoff (1977) dalam Sumaryati (1984), partisipasi dalam pembangunan masyarakat pedesaan adalah keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana caranya, keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan program dan keputusan dengan menyumbangkan beberapa sumber daya atau bekerjasama dalam organisasi/kegiatan tertentu, bagian manfaat dari program pembangunan, dan/atau keterlibatan masyarakat dalam upaya evaluasi program. Oleh karena itu, pengukuran partisipasi dilakukan dengan melihat keterlibatan para pihak dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan, pelaksanaan dan pemeliharaan/pemanfaatan hasil kegiatan. Berikut Penjelasan dari hasil pengamatan yang didapat dari lokasi Praktikum

a.       Aspek Komunikasi
Diantara masyarakat dalam sebuah komunitas sebetulnya sudah memiliki sistem komunikasi yang entah sadar atau tidak telah berjalan dengan sendirinya, seolah menjadi kesepakatan diantara mereka. Memang kebanyakan mereka melakukan komunikasi secara langsung/ lisan dengan berbagai saluran seperti arisan, pengajian, duduk-duduk di depan rumah dan lainnya mengikuti kebiasaan setempat. Penggunaan berbagai media yang lain masih sangat terbatas. Namun bukan berarti sistem komunikasi yang ada ini tidak berjalan efektif.
Dalam aspek komunikasi yang terjadi di masyarakat Tani khususnya di Desa ini terjalin secara individu dan kelompok , baik dalam pertukaran informasi umum ,  perkembangan teknologi , pembentukan program – program yg berkaitan dengan kegiatan pertanian yang ada di Desa Suka Makmur. Dari hasil interview langsung dengan salah satu petani kelapa dan jagung ini , dapat ditarik pendapat bahwa tingkat komunikasi yg terjadi kurang berlangsung efektif ,  kurang merata , dan informasi – informasi pertanian seperti penyuluhan tidak semua Petani mendapatkan itu , sehingga ini dapat menjadi salah satu kendala yang perlu diantisipasi sedini mungkin , agar petani – petani Desa tidak mengalami ketidaktahuan atas informasi – informasi yang seharusnya mereka dapatkan .
b.      Pengetahuan Masyarakat
Untuk tingkat pengetahuan masyarakat Desa Suka Makmur masih terbilang mengalami keterbatasan , dikarenakan Petani – petani Desa dilihat dari aspek pendidikan yang terbilang tidak semua mengenyam hingga akhir  bangku sekolah ( Tidak Tamat ) , selain itu dapat disebabkan pula oleh tingkat interaksi social yang sepertinya terbatas hanya di Desa Tersebut , yang seharusnya dapat dikomunikasikan baik antar individu maupun perkelompok , kemudian  Jauh dari daerah Perkotaan , maupun tingkat penggunaan teknologi yang masih dibilang tidak semua mengetahuinya.Dan ini dapat menyebabkan perkembangan masyarakat Desa tersebut akan berjalan lambat prosesnnya.
c.       Kontrol kebijakan
Dalam kontrol kebijakan ini dititkberatkan pada keterlibatan ataupun tingkat partisipasi masyarakat Desa tersebut dalam organisasi yang ada desa tersebut , baik sebagai anggota maupun terlibat didalam suatu forum di dalam organisasi . diamana dalam forum ini masyarakat dapat memberikan segala pendapat baik kritikan , saran , maupun hal – hal yang perlu dikomunikasikan antara pihak masyarakat dengan pihak perangkat – perangkat Desa yang memiliki kepenitingan ataupun wewenang di Desa itu. Dari hal tersebut komunikasi antara pihak masyarakat maupun Pihak pemerintah Desa saling mendapatkan Feedback yang baik.
Sayangnya tidak semua masyarakat yg ikut terlibat di dalamnya , salah satunya Petani yang sempat diinterview . Ia mengaku tidak pernha ikut terlibat baik sebagai anggota maupun sebagai Forum dalam organisasi yang ada di Desa Tersebut , sehingga Petani tersebut tidak mengetahui seberapa pesat perkembangan yang telah berjalan di Desanya baik dari segi Perekonomian , Pendidikan , Informasi , Teknologi , maupun Komunikasi tentang hal – hal umum lainnya , selain itu Petani ini tersebut tidak mengetahui program – program apa yang telah dicanangkan oleh pihak Pemerintah Desa setempat.





BAB IV
PENUTUP
4.1  KESIMPULAN
dari hasil Praktikum Lapangan yang dilakukan di Desa Suka Makmur Kecamatan Patilanggio Kabupaten Pohuwato dapat disimpulkan bahwa tingkat Perkembangan baik dari Masyarakatnya , Fasilitas , Ekonomi , Interaksi Sosial masih terbilang berjalan lambat , dikarenakan masih adanya beberapa kendala-kendala yang perlu diantisipasi secara bersama – sama melalui kerjasama yang baik antara pihak Masyarakat dengan pihak Pemerintah Desa. Walaupun berbagai macam Program telah dicanangkan , difasilitasi oleh Pihak Pemerintah Pusat tetapi jika tidak disosialisasikan dengan masyarakat secara langsung , maka dapat mengakibatkan adanya Feedback  / respon yang kurang baik dari pihak Masyarakat khususnya Para Petani Desa tersebut maupun dari Pemerintah Desa. Sehingga informasi – informasi penting yang seharusnya diketahui oleh seluruh Masyarakat yang ada di Desa tersebut tidak semua mengetahuinya , dan ini dapat juga menyebabkan kurangnya partisipatif masyarakat dalam forum organisasi yang ada di Desa tersebut.
4.2  SARAN
Diharapkan melalui kegiatan Praktikum kali ini Mahasiswa dapat mengetahui bahwa ternyata masih banyak masyarakat di sekitar yang butuh akan partsipatif kita selaku calon intelektual Pengabdi Masyarakat dalam proses pengembangan , pemberdayaan , dan pembelajaran untuk bisa meningkatkan akan pengetahuan , keterampilan , dan motivasi masyarakat ini dalam meningkatkan taraf hidup , pengetahuan umum mereka akan perkembangan dunia luar , sehingga mereka dapat menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
Dan diharapkan juga agar kiranya diadakan kembali Sosialisasi oleh pihak Pemerintah setempat yang begitu penting dijalankan baik dalam bentuk program – program dalam berbagai bidang  terutama dalam kegiatan Pertanian , sehingga para Petani yang ada di Desa tersebut dapat mengetahui perkembangan kegiatan Pertanian di era globalisasi ini.















                                                                   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar